DO NOT MISS

Minggu, 09 Agustus 2015

Andai UKM Kita Maju

Oleh:
RICKY TAMBA
Petani, Pegiat Jaringan '98

Bila kita berkeliling Indonesia, banyak akan kita jumpai tongkrongan anak muda di pinggir jalan atau gang yang terkadang meresahkan pengguna jalan dan masyarakat sekitar.

Tongkrongan anak muda, biasanya identik dengan habiskan waktu tak jelas baik itu hanya sekedar bersenda gurau, hingga yang ekstrim seperti menenggak alkohol dan melakukan tindak kriminalitas bersama.

Sebenarnya, berbagai hal tersebut adalah fenomena di negara berkembang yang pemerintahnya acap kali lalai dalam hal pemenuhan hak konstitusional mendasar warganya yakni mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak. Tetapi seringkali penguasa baik di tingkatan lokal dan nasional berdalih dengan kurangnya anggaran untuk membuka lapangan pekerjaan dan industrialisasi, minimnya investasi hingga menuduh kemalasan yang menghinggapi pemuda kita, yang katanya malas bekerja tapi mau hidup enak.

Berbagai retorika pembenaran tersebut sebenarnya mudah dipatahkan ketika melihat berbagai penyimpangan yang terjadi dalam perencanaan program pembangunan yang berujung pada penyusunan APBD/ APBN yang kurang menyentuh problem riil di lapangan. Ratusan hingga ribuan triliun rupiah lebih banyak dialokasikan untuk fasilitas kemewahan para pejabat, pelaksanaan program simbolik, belanja barang yang tak perlu, pembangunan proyek mercu suar hingga jadi bancakan para kepala dinas dan setoran upeti para kepala daerah.

Jangan tanyakan saya apa buktinya? Bisa jadi anda para pembaca opini ini lebih paham dan mungkin menjadi bagian dari pengambilan kebijakan tak tepat tersebut.

Sederhana saja kalau kita berniat dan mau merubah perilaku para pemuda yang senang nongkrong dan berbuat kriminalitas, karena esensinya mereka butuh kegiatan berupa lapangan pekerjaan. Selain jadi produktif, mereka juga bisa membantu kehidupan keluatganya, yang pada akhirnya juga akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan rakyat dan kemajuan ekonomi negara.

Apakah mungkin negara melalui aparatnya tak mampu merancang dan melaksanakan program yang lebih menyentuh nasib pemuda kita? Pasti bisa kalau mau, kalau nawaitu memperjuangkan Trisakti Bung Karno dan Nawacita Presiden Jokowi serta revolusi mental benar-benar sejati, jauh dari mentalitas pencitraan semata.

Banyak peluang ekonomi yang masih terbuka luas khususnya di sektor usaha kecil menengah (UKM), yang murah meriah dan mampu memenuhi pangsa pasar mayoritas rakyat di segmen low end. Misalnya saja jasa makanan, transportasi, industri kerajinan rumah tangga, dan juga banyak lainnya.

UKM masih bukan prioritas bagi banyak pemerintahan baik di level kabupaten/ kota, provinsi hingga pusat. Banyak kegiatan berjargon peningkatan UKM hanya mampu menyentuh pemuda yang menjadi bagian dari kekuasaan. Ironisnya, banyak kegiatan yang telah berjalan hanya formalitas menghabiskan APBN/ APBD, yang penting asal jadi dan ada pelaporan memenuhi prosedural manajemen keuangan.

Kalau saja UKM kita maju, tentu banyak pemuda yang terangkat hakekatnya, tak perlu lagi jadi kriminal apalagi kalau cuma nongkrong sana-sini tak menghasilkan kemajuan bagi dirinya, keluarga dan negara.

Tak usah berdebat, apa yang saya utarakan ini hanyalah garis besar prinsip kebijakan saja. Kalau anda setuju, perlu kita gagas sebuah gerakan nasional kemandirian bangsa dalam kerangka memajukan UKM yang lebih implementatif dan melibatkan langsung para pemuda yang sering kita jumpai di banyak tongkrongan-tongkrongan.

Tak setuju? Itu hak anda. Tapi harapannya, opini ini menggugah kesadaran sosial anda yang mungkin terlelap di tengah hedonisme dan pragmatisme zaman. Agar kita lebih peduli nasib pemuda yang terpinggirkan, karena merekalah yang akan menjadi generasi penerus bangsa Indonesia. Semoga!

Posting Komentar

 
Copyright © 2014 iso 9001 Certification. Designed by OddThemes