Ilustrasi BPJS |
TEGARNEWS - Badan Pengelola Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan) masih saja memperoleh kritik terhadap pengelolaan asuransi kesehatan. Sebagaimana diketahui, sesuai UU No. 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, BPJS Kesehatan mulai dilaksanakan mulai 1 Januari 2014. Biaya penyelenggaraan BPJS Kesehatan diperoleh dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Iuran Peserta Mandiri (IPM).
Peserta BPJS Kesehatan adalah setiap orang, termasuk orang asing yang sudah bekerja di Indonesia minimal 6 bulan dan telah membayar Iuran. Peserta BPJS Kesehatan meliputi Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan Non PBI JKN (peserta mandiri). Adapun peserta PBI JKN adalah fakir miskin dan orang tidak mampu. Sementara peserta NON PBI JKN adalah peserta yang tidak tergolong sebagai fakir miskin.
Hingga Desember 2013, jumlah peserta BPJS Kesehatan mencapai 116.122.065 jiwa, yang merupakan peserta baru dan pengalihan dari program jaminan kesehatan sebelumnya yaitu (i) Asuransi Kesehatan (Askes), (ii) Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), dan (iii) Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek). Peserta program jaminan kesehatan ini secara otomatis menjadi peserta BPJS Kesehatan yang dijamin pelayanannya oleh PT Asuransi Kesehatan (Askes). Peserta baru terdiri atas peserta Jaminan Kesehatan Aceh dan Kartu Jakarta Sehat (KJS) sejumlah 3.529.924 jiwa.
Mengapa PT Askes yang menjadi penyelenggara BPJS Kesehatan? Sebelum berlakunya BPJS Kesehatan, penyelenggaraan asuransi kesehatan oleh pemerintah dilakukan oleh Kementerian Kesehatan (Jamkesmas), PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), dan PT Askes. Dari ketiga penyelenggara ini, PT Askes dianggap memiliki pengalaman dan profesionalitas, sehingga BPJS Kesehatan diselenggarakan oleh BUMN ini.
Untuk menyelenggarakan asuransi kesehatan, PT Askes tahun ini memperoleh kucuran dana APBN 2014 sebesar Rp 26 triliun. Anggaran ini merupakan premi asuransi untuk peserta golongan tidak mampu/fakir miskin yang ditanggung oleh pemerintah. Sedangkan untuk peserta mandiri, dikenakan biaya iuran sebesar Rp 50.000,00 tiap bulan.
Setiap peserta yang telah terdaftar dalam BPJS Kesehatan berhak atas identitas peserta dan manfaat pelayanan kesehatan. Adapun yang dimaksudkan dengan pelayanan kesehatan adalah pelayanan di seluru Rumah Sakit (RS), Poliklinik, dan/atau Fasilitas Kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.
BPJS Kesehatan, dalam hal ini PT Askes, wajib memberikan pelayanan terhadap peserta yaitu jenis pelayanan dalam bentuk pelayanan kesehatan (manfaat medis) dan akomodasi. Termasuk dalam pelayanan ini adalah fasilitas ambulance (manfaat nonmedis). Ambulans hanya diberikan bagi pasien rujukan dari Fasilitas Kesehatan atau RS. Dalam hal di suatu daerah belum tersedia Fasilitas Kesehatan yang memenuhi syarat, BPJS/PT Askes wajib memberikan kompensasi kepada peserta berupa (i) penggantian uang tunai, (ii) pengiriman tenaga kesehatan, atau (iii) penyediaan Fasilitas Kesehatan tertentu.
Pada tahun 2014, terdapat 760 RSU milik pemerintah, tetapi 350 atau sekitar 46,05% diantaranya belum terakreditasi. Sebanyak 126 RS tidak memiliki dokter spesialis penyakit dalam. Ada 139 RS tidak memiliki dokter spesialis bedah, dan 167 RS tidak memiliki dokter spesialis anak. Kemudian, sebanyak 117 RS tidak memiliki dokter spesialis kandungan. Itulah fakta rumah sakit yang menjadi mitra BPJS Kesehatan.
Secara kelembagaan, segala macam ketentuan mengenai pelaksanaan BPJS Kesehatan ditetapkan melalui Kementerian Kesehatan. Dengan demikian, BPJS Kesehatan menjadi tidak otonom dalam mengendalikan jaminan pemeliharaan kesehatan.
Selanjutnya, BPJS Kesehatan belum memiliki Standard Operation Procedure (SOP) kemitraan. Tidak ada criteria baku bagaimana sebuah RS dapat menjadi mitra BPJS Kesehatan. Oleh karena itu, seluruh RS di Ibndonesia, terakreditasi atau tidak, semuanya dijadikan mitra.
BPJS Kesehatan telah mentransfer pembayaran ke seluruh rekening RS mitra berdasarkan tagihan-tagihan RS itu. Menurut laporan Maret 2014, tercatat 95% RS memperoleh surplus yang sangat besar dari pembayaran BPJS Kesehatan. Meskipun seluruh tagihan RS telah dibayarkan, tetapi Tunjangan Jasa Medik Dokter (TJMD) belum dibayarkan oleh BPJS Kesehatan.
Dari sisi pasien selaku penerima manfaat keluhan juga muncul. Kebanyakan berkisar kualitas pelayanan RS dan tenaga kesehatan. Mayoritas peserta tetap harus mengeluarkan biaya tambahan untuk RS mitra BPJS Kesehatan. Ada informasi yang masih harus dibuktikan bahwa RS mitra telah mengurangi banyak jatah obat-obatan yang diresepkan dokter untuk pasien.
Pengelolaan asuransi kesehatan oleh BPJS Kesehatan juga belum transparan. Penggunaan APBN belum dilaporkan secara berkala. Tidak ada pusat informasi yang memadai. Kemudian, BPJS Kesehatan juga belum memiliki strategi perekrutan peserta baru.
Padahal BPJS Kesehatan memiliki kemanfaatan besar. Bayangkan, hanya dengan Rp 50.000,00 dijamin akan memperoleh layanan kesehatan kelas I di seluruh RS. Bagi warga miskin, pemerintah member subsidi 100% dengan memasukkan warga miskin ke dalam daftar PBI BPJS Kesehatan.
Semua persoalan itu harus diatasi. Bagaimanapun, pelayanan BPJS Kesehatan merupakan hak konstitusional setiap warganegara yang telah dijamin dengan Undang-Undang.(14/08/2015).
SUMBER: Mas Isharyanto
EDITOR: SB Budi W
Posting Komentar