DO NOT MISS

Minggu, 18 Oktober 2015

Kasus JICT, Serikat Pekerja Lawan Tuduhan Rhenald Kasali

Konferensi Pers SP JICT beberapa waktu lalu

JAKARTA, TEGARNEWS.com - Serikat Pekerja Jakarta International Container Terminal (SP JICT) mengecam keras pernyataan Rhenald Kasali dalam artikel opini "Rhenald Kasali: Mengapa Orang Seperti RJ Lino Selalu 'Diganggu'?", yang dimuat di media online Kompas.com, Senin (19/10/2015).

Ketua Umum SP JICT, Nova Sofyan Hakim kepada Tegar News, Senin siang (19/10/2015) menyatakan menolak tuduhan Rhenald Kasali dalam tulisan tersebut, khususnya tentang alasan pekerja JICT menentang Direktur Utama Pelindo II RJ Lino serta besaran gaji pekerja JICT.

"Pertama, pekerja JICT menentang perpanjangan konsesi bukan karena anti asing atau alasan remunerasi melainkan prosesnya tidak sesuai dengan prinsip tata kelola yang baik (good corporate governance)," ujar Nova melalui rilis media.

Dia menerangkan, ada pelanggaran GCG yang dimaksud termasuk pelanggaran UU Pelayaran dan 3 surat menteri serta 1 surat Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok yang berulang kali mengingatkan Lino untuk mengajukan izin konsesi sebelum melakukan perpanjangan JICT.

"Belakangan Lino mulai ajukan izin tersebut ke Kemenhub. Artinya kritik konstruktif kami terhadap kebijakan Pelindo II benar adanya. Selain itu Lino juga tidak menempatkan kepentingan nasional saat memperpanjang Hutchison (HPH) di JICT. Lino seharusnya sangat mampu ambil saham JICT 100%, bukan hanya 51%, karena sesungguhnya JICT layak dikelola mandiri. Baik SDM dan teknologi sudah sangat memadai," terang alumnus Trisakti tersebut.

Menurut SP JICT, volume barang seharusnya tidak ditentukan oleh Hutchison melainkankan aktivitas perdagangan internasional. Dan, Pelindo II tidak perlu khawatir soal biaya pemutusan HPH sebesar USD 58 juta, mengingat pendapatan tahunan JICT mencapai USD 280 juta. Dengan pendapatan sebesar ini, ada potensi pendapatan lebih dari Rp 30 triliun jauh lebih besar daripada perpanjangan dengan Hutchison Port Holdings Limited (HPH).

Namun, Dirut Pelindo II RJ Lino tetap perpanjang JICT dengan harga penjualan lebih murah dibanding tahun 1999. Padahal volume dan investasi meningkat dua kali lipat, dan jika diteliti dengan bijak akan memperlihatkan bahwa proses perpanjangan JICT tersebut dilakukan terburu-buru dan tidak melalui tender.

Hal ini sebagaimana ditegaskan Pelindo II lewat iklan Kompas, Bisnis Indonesia dan Jakarta Post tanggal 8-9 Agustus 2014. Iklan ini dipublikasikan setelah penandatanganan perpanjangan kerjasama JICT-Koja tanggal 5 Agustus 2014.

Kemudian, pada tanggal 29 Agustus 2014, Menteri BUMN Dahlan Islan lewat dokumen nomor S-494/MBU/08/2014 meminta Pelindo II untuk melakukan proses seleksi pemilihan mitra kerjasama. Pelindo II akhirnya mengundang APMT, China Merchant, DP World dan PSA.

Hal ini menunjukkan bahwa tender yang dilakukan Pelindo II hanya syarat untuk memenuhi permintaan Dahlan Iskan, karena sebelumnya Pelindo II sudah tandatangan dengan HPH.

"Soal gaji, staff cost JICT 22% dan biaya pegawai, JICT paling efisien di antara Pelabuhan Koja bahkan IPC sekalipun. Sangat ironis jika Lino mengkritik gaji pekerja. Ini berarti ia ingin membagi keuntungan yang lebih besar dengan asing, ketimbang karyawan yang bekerja membangun JICT," ungkap Nova Sofyan Hakim.

Dia menegaskan bahwa Lino berulang kali menggunakan argumen tersebut untuk mematahkan kritik pekerja JICT soal perpanjangan konsesi. Selain itu, Lino kerapkali mengatakan penolak Hutchison musuh negara, pekerja JICT bandit sabotase dan komunis.

"Saat ini Lino juga telah melakukan PHK, mutasi dan ratusan surat peringatan kepada pekerja JICT. Kebijakan kontraproduktif ini menyebabkan demotivasi bekerja dan menyebabkan produktivitas JICT menurun. Padahal di bulan Juni 2015, JICT sempat meraih predikat terminal petikemas terbaik Asia," tandasnya.

PENULIS: RICKY TAMBA

Posting Komentar

 
Copyright © 2014 iso 9001 Certification. Designed by OddThemes